Rabu, 21 Maret 2012

STUDY FILSAFAT AR-ROZI


BAB I
PENDAHULUAN
            Sering terngiang dalam telinga kita sebuah ungkapan “filsafat”, dan setiap kita mendengarnya pasti akal kita akan langsung tertuju dengan nama-nama top dibidang itu, seperti Plato, Aristo dan ashhab-ashhabnya. Ironisnya mereka bukanlah dari golongan kita komunitas muslim. Sehingga bagi mereka yang tidak mau memahami secara mendalam, dan tidak mau menelusuri secara tuntas akan berfikir negatif.
            Karena itu perlu kiranya kita mengetahui bahwa dalam rana islam juga mempunyai pendekar-pendekar hebat dalam bidang ini, seperti yang ta’ asing lagi ditelinga kita, adalah Abu Hamid ibn Ahmad ibn Ahmad Al-Ghozali, disamping seorang sufi, ternyata beliau juga sangat hebat dalam bidang filsafat, ada lagi Al-Kindi, Al-Farabi, dan Ar-Rozi mereka semua adalah ahli filsafat dalam rana islam.
            Dalam makalah ini akan kami bahas tentang tokoh filsafat islam yang terakhir, yaitu Ar-Rozi beliau adalah seorang dokter dan juga ahli filsafat. Bagaimana riwayat hidup beliau, apa saja yang menjadi buah karyanya, pandangannya tentang moral dan juga bagaimana metafisika menurut Ar-Rozi.
BAB II
PEMBAHASAN
I.     RIWAYAT HIDUP
Ar-Rozi dilahirkan di Ravy, di propinsi Khurasan, menurut sebagian versi adalah seorang penukar uang sebelum beralih ke filsafat dan kedokteran. Ia memperoleh reputasi yang baik dalam bidang kedokteran, sehingga ia diangkat menjadi kepala rumah sakit di kota asalnya dalam usia kira-kira 30 tahunan. Kemudian mengambil alih kepemimpinan rumah sakit di bagdad. Beliau meninggal kira-kira pada tahun 925.[1]
II.  KARYA-KARYA
Sebagai seorang filosof, Ar-Rozi banyak mengarang buku fisika di bidang ilmu filsafat maupun di bidang ilmiah. Ia sendiri mengaku dalam sebuah autobiografis bahwa ia telah menyusun tidak kurang 200 karya tentang semua bidang pengetahuan fisika dan metafisika, kecuali matematika, karena suatu alasan yang tidak diketahui. Ia juga mengarang tentang medis, yaitu Al-Hawi yang terkenal dengan nama Al-Jami’, yaitu sebuah buku tentang ikhtisar ilmu kedokteran, yang diterjemahkan dalam bahasa latin pada tahun 1279 dengan Continens dan beredar luas di lingkungan ilmu kedokteran sampai abad ke 16. Namun sayang sekali, karya beliau yang begitu banyak yang sampai pada kita hanya beberapa saja, sebagaimana akan kami sebutkan di bawah ini :
1.      Sekumpulan risalah logika berkenaan dengan kategori-kategori, demostrasi, isagoge, dengan logika seperti yang dinyatakan dalam ungkapan kalam islam.
2.      Sekumpulan risalah metafisika pada umumnya.
3.      Materi muthlak dan partikular.
4.      Plenum dan vacum, ruang dan waktu.
5.      Fisika
6.      Bahwa dunia mempunyai pencipta yang bijaksana.
7.      Tentang keabadian dan tidak keabadian Tuhan. Dan lain sebagainya yang kurang lebih ada 19 judul.[2]
III.   PANDANGAN TENTANG MORAL
Dalam bukunya “ al-Tibb al-Ruhani dan Sirat al-Falasifah”, menurut beliau, dalam hidup ini kita jangan terlalu zuhud tetapi jangan terlalu tamak. Yang paling baik adalah yang moderat. Artinya jangan terlalu mengumbar nafsu tetapi jangan terlalu pula membunuh nafsu. Segala sesuatu itu hendaknya menurut kebutuhan saja.
Untuk mencapai tujuan tersebut, ia membuat dua batas. Pertama batas tertinggi, yaitu menjahui kesenangan yang hanya dapat diperoleh dengan jalan menyakiti orang lain ataupun bertentangan dengan rasio. Kedua batas terendah, ialah menemukan apa yang tidak merusak atau menyebabkan penyakit dan berpakaian sekadar untuk menutup tubuh.
Risalah etika Ar-Rozi yang cukup terkenal, Obat Pencahar Rohani (Spiritual Physic), merupakan sebuah penjelasan yang terpercaya mengenai ajaran Plato tentang jiwa yang mempunyai tiga bagian seperti yang dikemukakan dalam Republik, dan senam ( yang ia sebut “obat pencahar rohani”) di satu pihak, dan senam (yang ia sebut “obat pencahar”) dipihak lain, untuk menjaga keselarasan dan keseimbangan yang menurut ajaran Plato merupakan tanda lurusnya moral spiritual jiwa.[3]
IV.    METAFISIKA MENURUT AR-ROZI
       Menurut Al-Biruni, persoalan metafisika yang digarap Ar-Rozi itu tidak lain hanyalah merupakan penjiplakan dari filsafat Yunani Kuno. Problem utamanya adalah tentang adanyalima prinsip yang kekal. Lima prinsip yang kekal yang merupakan pokok metafisika Ar-Rozi adalah materi, ruang, waktu, jiwa dan pencipta (Bari, Demiurgus). Keabadian materi yang sedang “dalam pembentukan”, menyratkan (adanya) bukan saja seorng pencipta yang telah mendahuluinya, tetapi juga sebuah substantun atau materi di mana tindakan itu melekat. Selain itu, konsep yang sebenarnya dari ex nihilo tidak dapat dipertahankan secara logis, karena jika Tuhan telah mampu menciptakan sesuatu dari tiada, karena hal ini merupakan modus pembuatan yang paling sederhana dan paling tepat. Tetapi karena tidak demikian halnya, maka dunia haruslah dikatakan telah diciptakan dari materi tanpa bentuk, yang telah mendahuluinya sejak semula.
       Materi memerlukan sebuah locus tempat ia tinggal, dan locus ini adalah prinsip yang kedua, ruang. Ruang dipahami oleh Ar-Rozi sebagai konsep abstrak, yang berbeda dengan “tempat” (tonos) Aristoteles, tidak dapat dipisahkan secara logis dari tubuh. Akibatnya, ia menarik garis perbedaan antara tempat atau ruang universal dan partikular. Tempat (ruang) universal sama sekali berbeda dengan tubuh, sehungga konsep tubuh yang menempatinyatidak perlu masuk dalam definisinya, seperti yang implisit dalam konsep ruang Aristoteles, atau “batas tubuh yang paling dalam yang terkandung di dalamnya”, dan dengan cara ini kemungkinan (adanya) yang kosong dipertahankan secara logis.[4]
       Kekekalan dua prinsip yang lain, sang pencipta dan jiwa, dalam sistem Ar-Rozi dikaitkan erat dengan usaha yang berani untuk bergulat dengan masalah yang mendesak bagi pembenaran pencipta dunia, yang telah begitu mengganggu (pikiran) para filosof sejak zaman Plato. Persoalan yang ia gumuli bukan apakah dunia ini diciptakan atau tidak (karena, seperti Plato, ia percaya bahwa dunia diciptakan dalam waktu yang abadi), melainkan masalah yang lebih rumit yang terus membahana lewat risalah-risalah polemik teologi dan filsafat, baik dalam Islam maupun Kristen. Apakah Tuhan menciptakan dunia, seperti yang dikatakan kaum Skolastik Latin kemudian, melalui suatu “kemestian lama (necessity of nature), atau melalui sebuah tindakan kehendak bebas?. Jika “kemestian alam” yang dituntut, katanya, maka konsekuensi logisnya adalah bahwa Tuhan, yang menciptakan dunia dalam waktu, berbeda dalam waktu itu sendiri karena suatu produk alamiah harus terjadi secara niscaya atas pelaku alamiahnya dalam waktu. Di pihak lain jika tindakan kehendak bebaslah yang akan dijadikan jawaban, maka pertanyaan lain akan muncul : “mengapa Tuhan lebih suka menciptakan dunia dalam waktu partikular ketimbang dalam (cara) yang lainnya.
       Jawaban yang diajukan Ar-Rozi menunjukan dengan jelas unsur-unsur Platonik dan Neo-Platonik baik dalam pemikiran maupun kecerdasannya untuk dapat memasukkan lima prinsip yang kekal kedala sebuah sistem metafisika yang koheren. Jiwa, seperti yang telah kita lihat, bersifat sama-sam kekal dengan Tuhan, materi, dan waktu.[5]
       Pemikiran Ar-Rozi tentang kelima postulat kemudian dijadikan dasar dalam wujud alam. Artinya alam itu baru akan terwujud bila kelima postulat tersebut ada. Adapun penjabaran darikelima postulat tersebut adalah sebagai berikut :
a.       Tuhan
Menurut Ar-Rozi Tuhan itu Maha Bijaksana. Ia tidak mengenal istilah lupa. Hidup ini keluar dari-Nya sebagai sinar terpancar dari sang surya. Tuhan adalah pencipta egala sesuatu. Kekuasaan-Nya tidak ada yang menyamai. Ia mengetahui segala sesuatu dengan sempurna. Pengetahuan Tuhan berbeda dengan pengetahuan manusia. Sebab pengetahuan manusia dibatasi oleh pengalaman. Sedangkan pengetahuan Tuhan tidak dibatasi oleh pengalaman.
b.      Jiwa Universal
Alam ini diciptakan Tuhan dengan suatu tujuan. Semula Ia tidak berkehendak untuk menciptakannya, namun kemudian kehendak itu ada. Kalau demikian tentu ada yang mendorongnya. Sudah barang tentu pendorong itu sendiri harus abadi bisa merupakan sebab dari yang hidup tetapi dungu. Karena menyadari kebodohannya jiwa tertarik pada benda agar dapat memperoleh kesenangan material. Melihat jiwa yang demikian ini.[6]
       Menurut Ar-Rozi dunia yang sesungguhnya itu dapat dapat dicapai dengan filsafat. Oleh karena itu siapa yang belajar filsafat akan mengerti dunia yang sebenarnya serta memperoleh pengetahuan selamanya akan tetap berada di dunia sebelum disadarkan oleh filsafat.
c.       Benda
        Benda pertama terdiri dari atom-atom. Masing-masing atom tadi memiliki volume. Tanpa penggabungan dari atom-atom tadi tidak akan ada sesuatu yang terwujud. Karenanya sulitlah untuk membayangkan adanya creatio ex nihilo. Atom-atom sifat sendiri bila padat ia akan menjadi tanah, kalau kurang padat akan menjadi air. Bila lebih jarang akan menjadi udara dan akhirnya kalau paling jarang akan menjadi api.
        Sebenarnya teori Ar-Rozi ini (tentang benda) merupakan penggabungan antara teori Demokratis dan teori Empedokles. Selanjutnya Ar-Rozi mengatakan bahwa bila tidak ada di dunia ini sesuatu yang berasal kecuali dari benda lain, maka semestinya alam ini berasal dari sesuatu yang lain. Dan sesuatu yang lain itu adalah benda. Jadi benda itu abadi, pada mulanya ia tidak terbentuk tetapi terpancar di mana-mana.
d.      Ruang Absolut
          Oleh karena materi yang pertama itu kekal, maka membutuhkan ruang yang sifatnya kekal juga, sebab tidak mungkin kekal itu berada di dalam yang nisbi. Menurut Ar-Rozi ruang ada dua macam; yaitu ruang absolut dan ruang relatif. Ruang absolut tidak menggantungkan wujudnya pada alam maupun benda-benda yang membutuhkan ruang. Sebaliknya setiap ruang mesti diisi benda, ruang ini disebut ruang relatif.
e.       Masa Absolut
         Menurut Ar-Rozi waktupun dibagi menjadi dua macam, yaitu waktu absolut dan waktu yang terbatas. Waktu absolut ialah perputaran waktu, sifatnya bergerak dan kekal. Waktu yang terbatas adalah waktu yang diukur berdasarkan dan pergerakan bumi, matahari dan bintang-bintang.[7]
        Harus dikemukakan segera bahwa Ar-Rozi tidak mengajukan pembuktian apapun tentang kekekalan pencipta maupun jiwa. Cukup jelas Ia mempercayai bahwa dunia diciptakan dalam waktu dan sifat sementara, berbeda dengan Plato yang mempunyai anggapan bahwa dunia diciptakan tetapi bersifat abadi. Oleh karena itukeabadian jiwa dan pencipta harus dinyatakan telah diajukan oleh Ar-Rozi, sama dengan Plato, sebagai sebuah pernyataan aksiomatik. Tidak saja keabadian jiwa , baik a parte ante maupun a parte post, tetapi juga pernah filsafat sebagai satu-satunya jalan ke arah penyucian jiwa dan pelepasannya dari belenggu tubuh, mencerminkan pengaruh Platonik-Pythagorean yang cukup kentara, yang bertentangan dengan konsep islam tentang wahyu dan konsep kenabian.
        Sebenarnya karena keinginannya untuk menyesuaikan diri sepenihnya dengan premis rasionalistiknya, Ar-Rozi telah menolak secara terang-terangan konsep wahyu dan peranan nabi sebagai mediator antara Tuhan dan manusia. Menurut hematnya kenabian itu tidak berguna, karena cahaya akal yang diberikan Tuhan cukup memadai untuk mengetahui kebenaran, dan juga menjijikkan, karena ia telah menjadi penyebab dari begitu banyak pertumpahan darah dan peperangan antara suatu bangsa (mungkin, orang-orang Arab) yang menyakini dirinya dianugerahi wahyu illahi dan yang lain sebagai orang-orang yang kurang beruntung.
BAB III
PENUTUP
I.            KESIMPULAN
1.      Ar-Rozi adalah ahli filsafat Islam dan juga seorang dokter
2.      Bukunya yang paling besar adalah “Al-Hawi” yang lebih dikenal dengan nama “Al-Jami.” Yaitu buku yang mengkupas tentang ilmu kedokteran.
3.      Besar kemungkinan bahwa inspirasi pemikiran metafisikanya pada hakekatnya adalah Platonik dan tulisan-tulisan etikanya pada dasarnya adalah diilhami oleh gagasan-gagasan moralitas Sokratik.
4.      Ar-Rozi berbeda dengan Plato dalam penyifatan dunia diciptakan.
II.         PESAN
1.     Memang semua ilmu yang bisa mengantarkan kita bisa mendekatkan diri pada Sang Pencipta alam raya ini, boleh kita pelajari bahkan bisa wajib, tetapi bila kita memahaminya separu-separu, bukan hal yang mustahil kita akan terjerumus dengan keterbatasan  akal kita.
2.     Kita harus tau benar mana ajaran dari filosofi islam yang sesuai dengan ajaran yang telah kita ketahui, sehingga kita bisa mawas diri dari hal-hal yang dilarang oleh syari’at.
3.     Filsafat disatu sisi bisa bermanfa’at, disisi yang lain bisa juga membawa madlorot bagi pemiliknya.
4.     Selalu berpegang teguh pada ajaran orang-orang yang kridibilatas dan kualitas dhohir bathinnya tidak diragukan lagi.

DAFTAR PUSTAKA
Majid Fakri; Sejarah Filsafat Islam;
Sudarsono; filsafat islam Rineka Cipta; 2004.



Referensi :     
  [1] Sudarsono; filsafat islam; hal. 54. Rineka Cipta; 2004. & Majid Fakri; Sejarah Filsafat Islam; hal. 150.
       [2] Sudarsono; filsafat islam; hal. 55. Rineka Cipta; 2004.
      [3] Majid Fakri; Sejarah Filsafat Islam; hal. 153.
        [4] Sudarsono; filsafat islam; hal. 56-57. Rineka Cipta; 2004.
       [5] Ibid; 58
      [6] Ibid; 59
       [7] Sudarsono; filsafat islam; hal. 60. Rineka Cipta; 2004.
[8] Majid Fakri; Sejarah Filsafat Islam; hal. 160.

By : Lesmana Achmad El-HadiE

Senin, 19 Maret 2012

PENDIDIKAN ISLAM ERA MADINAH


BAB I
PENDAHULUAN
I.     LATAR BELAKANG
Seorang Guru seharusnya bukan hanya sebagai penyampai materi terhadap anak didiknya, akan tetapi harus sekaligus menjadi orang tua bagi mereka. Yang artinya benar-benar memperhatikan, mengawasi dan mengontrol kepribadian mereka, meski tidak sepenuhnya. Karena dengan demikian, akan membentuk karakter anak didik yang berbudi luhur dan berakhlak yang mulia. Sebagaimana yang telah dicapai oleh Rosulullah SAW dalam mendidik para Sahabat-sahabat beliau.
Disinilah mempelajari sejarah pendidikan Rosulullah sangat urgen untuk diketahui oleh para Guru. Mungkin dengan mempelajari dan memahami sistem pendidikan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, maka sang Guru bisa menerapkannya dalam mendidik anak didiknya.
Kemudian dalam makalah ini akan dijelaskan sedikit tentang Pendidikan Islam pada masa Rasulullah di Madinah.
II.   RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana Pendidikan Islam Rosulullah SAW di Madinah
2.      Apa saja yang menjadi kurikulum dalam Pendidikan Islam di Madinah
3.      Dan apa kebijakan Nabi dalam Pendidikan Islam
BAB II
PEMBAHASAN
I.      PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA RASULULLAH DI MADINAH
Setelah mendapatkan rekomendasi dari Allah SWT tentang perihal hijrah, maka keluarlah beberapa rombongan kaum Muslimin secara bertahap ke tanah Yatsrib / Madinah. Awal hijrah ke Madinah ini adalah sebuah harapan besar bagi Nabi dan segenap pengikutnya untuk keluar dari tekanan orang-orang kafir Makkah, untuk menggapai hidup yang lebih layak dan yang terpenting adalah untuk mengembangkan syi’ar Islam pada seluruh umat manusia.
Beberapa sumber sejarah menyebutkan, bahwa era Madinah lebih mapan dari pada era Makkah, namun kita juga tau bahwa di Madinah terjadi beberapa peperangan yang dialami oleh orang-orang Muslim. Namun demikian, Nabi tetap memberikan yang terbaik bagi Umatnya dalam berbagai aspek kehidupan. Selain sebagai kepala Negara, Panglima perang, beliau juga sebagai Guru bagi semua pengikutnya. Sehingga keilmuan tetap diajarkan beliau meski situasi yang begitu sangat komplek.
Sebelum hijrah, Nabi ketika masih di Makkah telah melakukan pembinaan dan pendidikan dalam beberapa aspek sebagaimana dalam buku Sejarah Pendidikan Islam oleh Mahmud Yunus, yaitu Pendidikan Keagamaan, Pendidikan Akliyah dan Ilmiah, Pendidikan Akhlak dan Budi pekerti.
Sedangkan ketika di Madinah, beliau juga tidak melupakan sisi kelmuan itu meski bagaimanapun kesibukan beliau. Beliau Nabi SAW melakukan pembinaan dan pengajaran pendidikan agama Islam di Madinah adalah sebagai berikut:
  1. Pembentukan dan pembinaan masyarakat baru, menuju satu kesatuan sosial dan politik.
Nabi Muhammad SAW mulai meletakkan dasar-dasar terbentuknya masyarakat yang bersatu padu secara intern (ke dalam), dan ke luar diakui dan disegani oleh masyarakat lainnya (sebagai satu kesatuan politik). Dasar-dasar tersebut adalah:
a.    Nabi Muhammad saw mengikis habis sisa-sisa permusuhan dan pertentangan anatr suku, dengan jalan mengikat tali persaudaraan diantara mereka.nabi mempersaudarakan dua-dua orang, mula-mula diantara sesama Muhajirin, kemudian diantara Muhajirin dan Anshar. Dengan lahirnya persaudaraan itu bertambah kokohlah persatuan kaum muslimin.([1])
b.    Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Nabi Muhammad SAW menganjurkan kepada kaum Muhajirin untuk berusaha dan bekerja sesuai dengan kemampuan dan pekerjaan masing-masing seperti waktu di Makkah.
c.    Untuk menjalin kerjasama dan saling menolong dlam rangka membentuk tata kehidupan masyarakat yang adil dan makmur, turunlah syari’at zakat dan puasa, yang merupakanpendidikan bagi warga masyarakat dalam tanggung jawab sosial, bnaik secara materil maupun moral.
d.   Suatu kebijaksanaan yang sangat efektif dalam pembinaan dan pengembangan masyarakat baru di Madinah, adalah disyari’atkannya media komunikasi berdasarkan wahyu, yaitu shalat juma’t yang dilaksanakan secara berjama’ah dan adzan. Dengan sholat jum’at tersebut hampir seluruh warga masyarakat berkumpul untuk secara langsung mendengar khutbah dari Nabi Muhammad SAW dan shalat jama’ah jum’at.
              Rasa harga diri dan kebanggaan sosial tersebut lebih mendalam lagi setelah Nabi Muhammad  SWA menapat wahyu dari Allah untuk memindahkan kiblat dalam shalat dari Baitul Maqdis ke Baitul Haram Makkah, karena dengan demikian mereka merasa sebagai umat yang memiliki identitas.([2])
Setelah selesai Nabi Muhammad mempersatukan kaum muslimin, sehingga menjadi bersaudara, lalu Nabi mengadakan perjanjian dengan kaum Yahudi, penduduk Madinah. Dalam perjanjian itu ditegaskan, bahwa kaum Yahudi bersahabat dengan kaum muslimin, tolong- menolong , bantu-membantu, terutama bila ada seranga musuh terhadap Madinah. Mereka harus memperhatikan negri bersama-sama kaum Muslimin, disamping itu kaum Yahudi merdeka memeluk agamanya dan bebas beribadat menurut kepercayaannya. Inilah salah satu perjanjian persahabatan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW.
  1. Pendidikan sosial politik dan kewarganegaraan.
Materi pendidikan sosial dan kewarnegaraan islam pada masa itu adalah pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam konstitusi Madinah, yang dalam prakteknya diperinci lebih lanjut dan di sempurnakan dengan ayat-ayat yang turun Selama periode Madinah.
Tujuan pembinaan adalah agar secara berangsur-angsur, pokok-pokok pikiran konstitusi Madinah diakui dan berlaku bukan hanya di Madinah saja, tetapi luas, baik dalam kehidupan bangsa Arab maupun dalam kehidupan bangsa-bangsa di seluruh dunia.
  1. Pendidikan anak dalam islam
Dalam islam, anak merupakan pewaris ajaran islam yang dikembangkan oleh Nabi Muhammad saw dan generasi muda muslimlah yang akan melanjutkan misi menyampaikan islam ke seluruh penjuru alam. Oleh karenanya banyak peringatan-peringatan dalam Al-qur’an berkaitan dengan itu. Diantara peringatan-peringatan tersebut antara lain:
a.  Pada surat At-Tahrim ayat 6 terdapat peringatan agar kita menjaga diri dan anggota keluarga (termasuk anak-anak) dari kehancuran (api neraka).
b.  Pada surat An-Nisa ayat 9, terdapat agar janagan meninggalkan anak dan keturunan dalam keadaan lemah dan tidak berdaya menghadapi tantangan hidup.
c. Pada surat Al-Furqan ayat 74, Allah SWT memperingatkan bahwa orang yang mendapatkan kemuliaan antara lain adalah orang-orang yang berdo’a dan memohon kepada Allah SWT, agar dikaruniai keluarga dan anak keturunan yang menyenangkan hati.([3])
Adapun garis-garis besar materi pendidikan anak dalam islam yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW sebagaimana yang diisyaratkan oleh Allah SWT dalam surat Luqman ayat 13-19 adalah sebagai berikut:
a.       Pendidikan Tauhid
            Dalam hal ini beliau mengajarkan bahwa seorang anak mulai darikandungan harus menerima pendidikan. Yaitu seorang ibu hendaknya memperbanyak membaca Al-Qur’an dan kalimah-kalimah thoyibah agar anak sejak dalam kandungan sudah mendengar tentang ketuhanan.
            Kemudian dilanjutkan ketika anak lahir, maka disunnahkan untuk mengumandangkan adzan pada telinga kanan dan iqomah pada telinga kiri sang bayi. Yang tujuannya tiada lain adalah mengenalkan anak dengan ketuhanan sejak dini.([4])
b.      Pendidikan Shalat
c.       Pendidikan adab sopan dan santun dalam bermasyarakat
d.      Pendidikan adab dan sopan santun dalam keluarga
e.       Pendidikan kepribadian
f.       Pendidikan kesehatan
g.      Pendidikan akhlak.([5])
II.  KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM DI MADINAH
Upaya yang dilakukan Nabi pertama-tama untuk merealisasikan terlaksananya pendidikan di Madinah adalah membangun masjid, melalui masjid ini Nabi memberikan pendidikan islam. Sedangkan yang menjadi kurikulum pada masa ini adalah Bidang keimanan, akhlak, ibadah, kesehatan jasmanai dan pengetahuan kemasyarakatan.
Sedangkan metode yang dikembangkan oleh Nabi adalah sebagai berikut:
1.      Dalam bidang keimanan: melalui Tanya jawab dengan penghayatan yang mendalam dan di dukung oleh bukti-bukti yang rational dan ilmiah.
2.      Materi ibadah : disampaikan dengan metode demonstrasi dan peneladanan sehingga mudah didikuti masyarakat.
3.      Bidang akhlak: Nabi menitikberatkan pada metode peneladanan. Nabi tampil dalam kehidupan sebagai orang yang memiliki kemuliaan dan keagungan baik dalam ucapan maupun perbuatan.([6])
III.   KEBIJAKAN RASULULLAH DALAM BIDANG PENDIDIKAN
Untuk melaksanakan fungsi utamanya sebagai pendidik, Rasulullah telah melakukan serangkaian kebijakan yang amat strategis serta sesuai dengan situasi dan kondisi.
Proses pendidikan pada zaman Rasulullah berada di Makkah belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Hal yang demikian belum di mungkinkan, kaena pada saat itu Nabi Muhammmad belum berperan sebagai pemimipin atau kepala Negara, bahkan beliau dan para pengikutnya berada dalam baying-bayang ancaman pembunuhan dan kaum kafir quraisy. Selama di Makkah pendidikan berlangsung dari rumah ke rumah secara sembunyi-sembunyi. Diantaranya yang terkenal adalah rumah Al- Arqam. Langkah yang bijaka dilakukan Nabi Muhammad SAW pada tahap awal islam ini adalah melarang para pengikutnya untuk menampakkan keislamannya dalam berbagai hak.tidak menemui mereka kecuali dengan cra sembunyi-sembunyi dalam mendidik mereka.
Setelah masyarakat islam terbentuk di Madinah barulah, barulah pendidikan islam dapat berjalan dengan leluasa dan terbuka secara umum.dan kebijakan yang telah dilakukan Nabi Muhammmad ketika di Madinah adalah:
  1. Membangun masjid di Madinah. Masjid inilah yang selanjutnya digunakan sebagai pusat kegiatan pendidikan dan dakwah.
  2. Mempersatukan berbagai potensi yang semula saling berserakan bahkan saling bermusuhan. Langkah ini dituangkan dalam dokumen yang lebih popular disebut piagam Madinah. Dengan adanya piagam tersebut terwujudlah keadaan masyarakat yang tenang, harmonis dan damai.([7])
BAB III
PENUTUP
I. KESIMPULAN
Pokok pembinaan pendidikan islam di kota Madinah dapat dikatakan sebagai pendidikan sosial dan politik. Yang merupakan kelanjutan dari pendidikan tauhid di Makkah, yaitu pembinaan di bidang pendidikan sosial dan politik agar seluruh umat muslim mampu menjiwai terhadap ajaran islam , dan sebagai cermin dan pantulan sinar tauhid tersebut.
II.  PESAN
1.      Dengan penjelasan sejarah pendidikan islam yng dilakukan oleh Rasulullah SAW yang penuh dengan kekurangan ini, semoga bisa menjadi sebuah pendorong bagi kita agar menjadi seorang pendidik yang bukan hanya sekedar menyampaikan materi tanpa memperdulikan hasil terhaadap anak didik.
2.      Meski dalam kondisi sesulit apapun, seharusnya seorang pendidik tidak menelantarkan anak didiknya. Seperti yang dilakukan oleh Nabi, meski dalam kondisi sesulit itu tapi beliau tetap berkomitmen dengan pendidikan
3.      Dan yang terakhir apabila ada kekurangan dan kesalahan atas apa yang kami sampaikan,, kami sangat berharap kritik dan saran yang membangun yang akhirnya bisa dijadikan evaluasi untuk lebih baik kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
           Arief,Armai, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam Klasik. Bandung: Penerbit Angkasa,2005.
Langgulung, Hasan, Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Husna, 1988.
Nata, Abuddin, Pendidikan Islam Perspektif Hadits. Ciputat: UIN Jakarta Press,   2005.
Nizar, Samsul, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2008.
Ulwan Abdullah Nashih, Pendidikan Anak dalam Islam, Pustaka Amani, Jakarta, 1999.
Yunus , Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1992.
Zuhairini,dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara,cet.9,2008.



        ([1]) Prof.Dr.H.Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, Hal 26, Jakarta: PT.Raja Grafindo,1992.
        ([2]) Dra. Zuhairini,dkk, Sejarah Pendidikan Islam, hal 37, Jakarta: Bumi Aksara, cet.9,2008.
         ([3]) Dra.Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, hal 55, Jakarta: Bumi Aksara cet.9,2008.
       (4) Dr. Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, hal.166, Pustaka Amani, Jakarta, 1999.
(5) Prof.Dr.H.Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, hal 18, Jakarta: PT. Hidakarya Agung,1992.
         ([6] ) Dr.Armai Arief, MA, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam Klasik, Hal 135-136, Bandung: Penerbit Angkasa,2005.
       ([7] ) Prof.Dr.H.Abuddin Nata, MA, Pendidikan Islam Perspektif Hadits. hal 24, Ciputat: UIN Jakarta Press 2005.



By : Lesmana Achmad El-HadiE