BAB I
PENDAHULUAN
Dunia mengalami
pelbagai perkembangan yang ada, itu menandakan sebuah perkembangan berpikir
bagi manusia yang mulanya bertahayul menuju pola berpikir yang real. Sungguh
sangat ironis kiranya bila perkembangan itu tidak diimbangi dengan pemahaman
Ideologi yang mendalam.
Kontrol syariat sangat
urgen dalam era yang semacam ini, era dimana sebuah teknologi telah menguasai
dunia ini. bagaimana tidak? Amerika atau Negara-negara dibelahan yang jauh
dalam dunia nyata bisa kita akses cukup di dalam kamar. Ini tentunya sangat
riskan terjadi penyalahgunaan oleh mereka yang sebenarnya belum cukup umur
untuk menyaksikan hal-hal yang hanya boleh dilihat oleh orang dewasa.
Kita ambil contoh saja
yang sangat marak dikalangan remaja kita, video porno, gambar porno dan lainnya
kini dapat diakses dengan mudah. Tentunya hal ini bila tidak ada kontrol dari
syariat, maka akan berakibat fatal, misalkan saja sering kita dengar banyak
remaja putri hamil taanpa diketahui siapa suaminya, banyak siswa SMP/SMA
tertangkap basah onani di kamar mandi sekolahan dan lain sebagainya.
RUMUSAN MASALAH
Dalam makalah ini akan
dibahas beberapa hal tentang Onani antara lain :
1. Devinisi
Onani
2. Hukum
Onani menurut Imam Madzhab
3. Dampak
(dalam kesehatan) Onani bagi Pelakunya
4. Tips
pencegahan Onani
BAB
II
PEMBAHASAN
I.
DEVINISI ONANI
Dalam bahasa arab disebut الاِسْتِمْنَاءُ (istimna’) dari masdarnya lafadz اسْتَمْنَى ,
secara etimologi berma’na berusaha mengeluarkan mani. Sedangkan secara
terminologi Onani adalah mengeluarkan mani dengan selain berhubungan suami
istri, baik yang diharamkan, seperti mengeluarkan mani dengan tangannya
sendiri, atau yang diperbolehkan seperti mengeluarkan mani dengan tangan
istrinya.[1]
Prinsipnya Onani adalah sebuah
tindakan yang berfungsi sebagai cara merangsang alat kelamin dengan tangan atau
benda lainnya untuk mendapat suatu taraf orgasme. Pada umumnya masturbasi
menyangkut rangsangan dan pemuasan diri sendiri, walaupun demikian masturbasi
lumrah dilakukan oleh dua orang dalam kapasitas hubungan heteroseksual atau
homoseksual. Kinsey dalam penelitiannya seperti dikutip dari buku "Woman's
Body", mengatakan bahwa minimal 1 dari 6 wanita pernah melakukan
masturbasi paling sedikit satu kali sepanjang perjalanan hidupnya. Dan
kebanyakan dari para wanita menganggap masturbasi adalah cara yang paling cepat
dan langsung untuk mendatangkan kenikmatan orgasme.[2]
Onani biasanya identik dengan
perbuatan yang dilakukan oleh seorang pemuda, sedangkan kalau pelakunya seorang
cewek biasanya disebut masturbasi.
II. HUKUM
ONANI MENURUT IMAM MADZHAB
Dalam menyikapi
perbuatan onani ini, didalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah
dikalsifikasikan dalam beberapa kondisi, antara lain[3]:
1.
Kondisi tanpa
ada kebutuhan (hajat) dengan tangannya sendiri
Dalam kondisi ini, dari
madzhab Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah sepakat bahwa hukum onani adalah haram. Karena dalam
al-Qur’an ayat 5-6 Surat al-Mu’minun dan diperkuat dalam ayat 7 dalam surat
yang sama bahwa hanya ada dua hal yang diperbolehkan untuk berjima’ yaitu
dengan isteri dan budaknya, tidak diperbolehkan dengan selain itu (termasuk
masturbasi/ onani/ istimna’ karena dengan tangan atau alat selain kelamin
isteri atau budaknya).
Pendapat ini didukung
sebuah qoul dari kalangan ulama’ Hanafiyah. Sedangkan menurut madzhab Hanafi
(qoul madzhab), Imam Ahmad dan Imam ‘Atho’ dalam sebuah riwayat menyatakan
hukum onani adalah makruh. Hukum makruh menurut madzhab Hanafiyah di beri
catatan makruh yang diharamkan.
2.
Kondisi takut
melakukan zina
Menurut Hanafiyah dan
Hanabilah dalam qoul madzhab (qoul yang diterima dimadzhab tersebut) hukum
onani dalam kondisi ini tidak ada masalah, artinya dilegalkan. Imam Al Mirdawi
bahkan mengatakan wajibnya onani dalam kondisi ini, karena kondisi ini adalah
kondisi yang melebihi dari sekedar kondisi terpaksa. Sedangkan menurut
Syafi’iyah hukum onani dalam kondisi ini adalah haram. Karena hanya sekedar
hajat dan syariat telah mengharamkan hal itu, kecuali tidak ada jalan lain
untuk menghindari zina, toh masih ada cara lain untuk menghindar dari zina,
yaitu dengan berpuasa misalnya.[4]
3.
Kondisi tidak
ada jalan lain untuk menghindar dari zina
Madzhab Hanafiyah,
Syafi’yah dan Hanabilah sepakat ketika dalam kondisi ini maka hukum onani
adalah legal, karena untuk menghindari zina yang lebih besar nilai dosanya.
Sedangkan menurut Madzhab Malikiyah hukum onani tetap haram ditakutkan zina ataupun
tidak, sedangkan apabila hanya dengan istimna’ jalan satu-satunya untuk
menghindari zina, maka didahulukan melakukan onani dari pada zina karena
mengedepankan mafsadah yang lebih ringan dari dua hal mafsadah.
4.
Dengan tangan
istrinya
Menurut pendapat yang
Rojih dari Malikiyah, Hanabila dan Hanafiyah dalam sebuah riwayat dan Imam
Qodli Husain dari Syafi’iyah mengatakan hukum onani dengan tangan istrinya
adalah legal. Karena seorang istri adalah tempat istimna’ (ngalap suko; jawa).
Yang dimaksud legal oleh Hanafiyah dan Imam Qodli Husain diatas adalah makruh.
Menanggapi hal ini Imam Ibnu ‘Abidin bahwa makruh yang dimaksud adalah makruh
tanzih (makruh yang tidak sampai haram).[5]
Sedangkan Ibn Hazm memandang
perbuatan masturbasi/ onani/ istimna’ bukan merupakan perbuatan yang
diharamkan. Karena dalam al-Qur’an tidak ada yang jelas-jelas menyatakan
tentang keharaman masturbasi/ onani/ istimna’ ini. Ibn Hazm mengatakan bahwa
onani/ masturbasi itu hukumnya makruh dan tidak berdosa [lā Itsma fihi].
Akan tetapi, menurutnya onani/ masturbasi dapat diharamkan karena merusak etika
dan budi luhur yang terpuji. Ibn Hazm mengambil argumentasi hukum dengan satu
pernyataan bahwa orang yang menyentuh kemaluannya sendiri dengan tangan kirinya
diperbolehkan dengan ijmā’ (kesepakatan semua ulama). Dengan
pertimbangan itu maka tidak ada tambahan dari hukum mubāh tersebut,
kecuali adanya kesengajaan mengeluarkan sperma [at-Ta’ammud li Nuzul
al-Maniy] sewaktu melakukan masturbasi. Perbuatan ini sama sekali tidak
dapat diharamkan.
Dengan demikian masturbasi/ onani/
istimna’ pada dasarnya bukan merupakan jalan normal dalam pemenuhan nafsu
syahwat, dan dengan mempertimbangkan bahwa masturbasi atau onani/ istimna’ bisa
mendatangkan kerugian bagi pelakunya bila dibiasakan maka hukum asal masturbasi
atau onani lebih condong kepada hukum makruh. Jika telah nyata menunjukkan
kecenderungan bahwa masturbasi atau onani merusak pelakunya – atas dasar hadits
Nabi yang melarang setiap perbuatan yang merugikan diri sendiri atau orang lain
– maka masturbasi atau onani hukumnya bisa menjadi haram. Sedangkan masturbasi
atau onani yang dilakukan guna menghindari perbuatann zina bisa menjadi mubah
dan dibolehkan, sebagaimana firman Allah SWT. dalam al-Qur’an (Q.S. an-Nisa’
(4): 31):
ان تجتنبوا
كبئر ما تنهون عنه نكفر عنكم سياتكم و ندخلكم مدخلا كريما
Kebolehan masturbasi atau onani ini
sesuai pendapat dari Ibnu ‘Abbas, Hasan, dan beberapa tokoh tabi’in lain. Hasan
berkata: “Mereka dahulu mengerjakan onani ketika terjadi peperangan (jauh dari
keluarga atau isteri).” Sementara Mujahid, ahli tafsir murid Ibnu ‘Abbas,
berkata: “Orang-orang dahulu (sahabat Nabi) justru menyuruh para
pemuda-pemudanya untuk melakukan onani agar menjaga kesucian dan kehormatan
diri”. Sejenis dengan onani, masturbasi pun sama hukumnya.[6]
Hukum mubah ini berlaku baik untuk kaum laki-laki maupun perempuan.[7]
III. DAMPAK
ONANI BAGI PELAKUNYA
Secara ilmu kedokteran, belum ada literature yang
merujuk pada dampak onani secara fisik. Bila ada yang beranggapan aktivitas
onani akan menyebabkan ukuran alat kelamin pria berubah, itu hanyalah rumor.
Karena memang belum ada penelitian yang bisa membuktikannya.
Hanya dari sisi kejiwaan, onani memiliki dampak
terhadap perilaku seksual seseorang. Karena dalam aktivitas tersebut, pelaku
cenderung akan berimajinasi kepada lawan jenis yang memiliki kesempurnaan baik
fisik maupun perilaku.
Akibatnya ketika fantasi tersebut tidak berhasil di dapat dalam kehidupan
nyata, akan mengurangi gairah pelaku dalam aktivitas seksualnya.
Selain itu, onani juga bisa menyebabkan seseorang
mengalami ancaman ejakulasi dini. Hal ini seiring dengan saluran
sperma yang seringnya dilalui oleh sperma sehingga jalur tersebut lebih longgar
daripada saluran sperma yang jarang dilalui. Ibaratnya, jalur yang makin sering
menerima gesekan tersebut cenderung lebih longgar.[8]
Aktivitas 'melayani' diri sendiri ini memang memiliki
sejumlah manfaat bagi kesehatan seperti membantu meningkatkan kualitas tidur,
meredam stres, memperbaiki fungsi kekebalan tubuh, dan meningkatkan produksi
endorfin. Namun, di balik manfaatnya, masturbasi juga menyimpan efek negatif.
Seperti dikutip dari laman Askmen, masturbasi yang tak dilakukan secara moderat
bisa menyebabkan jerawat, kemandulan, kebutaan, hingga gangguan mental.
Kemudian
ada baiknya juga kami cantumkan beberapa hal lain mengenai efek negatif
masturbasi. Antara lain :
Terlalu sering masturbasi menyebabkan ejakulasi dini.
Ejakulasi berikutnya juga akan memakan waktu lama. Bagi pria yang masturbasi
beberapa kali sebelum berhubungan intim, akan sulit mencapai klimaks.
Masalah lain yang timbul adalah berkurangnya
sensitivitas terhadap sentuhan orang lain, dan lebih akrab dengan sentuhan
diri. Terlalu sering melakukannya juga dapat memicu kulit lecet, pembengkakan
organ intim karena tidak menggunakan pelumas.
2. Rasa
bersalah
Masturbasi berdampak negatif secara psikologis. Banyak
orang merasa malu dan bersalah setelah melakukannya karena terbentur
nilai-nilai budaya, agama atau moral.
Tarik menarik antara kesenangan dan menahan diri
berdampak pada harga diri, rasa percaya diri dan cinta. Perasaan bersalah dapat
memicu efek psikosomatis seperti sakit kepala, sakit punggung, dan sakit
kronis.
3. Masturbasi
kronis
Masturbasi kronis mempengaruhi otak dan kimia tubuh
akibat kelebihan produksi hormon seks dan neurotransmiter. Meski dampaknya pada
setiap orang berbeda, terlalu sering masturbasi dapat memicu gangguan kesehatan
seperti kelelahan, nyeri panggul, testis sakit, atau rambut rontok.
Berkurangnya produksi testosteron
juga terkait dengan kebiasaan dan gaya hidup seperti konsumsi alkohol, merokok
dan berolahraga.
Jika gaya hidup cenderung normal, namun memiliki
kebiasaan masturbasi sebaiknya kurangi aktivitas seksual itu untuk mengurangi
keluhan. Jika keluhan tak kunjung reda, hubungi dokter untuk pemeriksaan medis.
4. Masturbasi
kompulsif
Masturbasi ini mempengaruhi kehidupan karena sudah
menjadi kebiasaan. Sebagian pria yang masturbasi enam kali sehari bisa saja
merasa produktif, sementara lainnya merasa sebaliknya.
Masturbasi kompulsif dapat berdampak negatif pada
pekerjaan, hubungan dengan pasangan, harga diri, keuangan, dan sosial, jika
tidak dapat menyeimbangkan antara kebutuhan pribadi dan hasrat.[9]
Seperti dikutip Journal of the
American Medical Association, edisi pekan lalu, mereka melakukan studi
terhadap 29.342 petugas kesehatan. Relawan pria itu berusia 46-81 tahun. Kepada
mereka diajukan beberapa pertanyaan. Satu di antaranya, berapa rata-rata
ejakulasi per bulan pada saat menginjak usia 20-29 tahun dan 40-49 tahun.
Studi yang dipimpin Michael F.
Leitzmann, peneliti dari Lembaga Kanker Nasional Amerika Serikat, ini
berlangsung selama delapan tahun. Kuesioner dikumpulkan, dianalisis, dan
kesehatan mereka diperiksa. Mereka lalu dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan
jawaban frekuensi ejakulasi: 13-20 kali per bulan dan di atas 21 kali.
Ejakulasi adalah keluarnya sperma
dari penis. Hasilnya: hanya 1.449 relawan yang belakangan menderita kanker
prostat. Dari jumlah yang terkena, kondisi 147 relawan sangat kritis. Kankernya
sudah parah. Lalu Leitzmann dan koleganya membuat persentase risiko terkena
kanker prostat. Menurut dia, kelompok yang cuma berejakulasi 13-20 kali sebulan
hanya mengurangi risiko kena kanker prostat 14%. Ini lebih kecil dibandingkan
dengan yang berejakulasi 21 kali ke atas saban bulan.
Persentase terbebas dari serangan
kankernya mencapai 33%. "Artinya, makin sering berejakulasi, makin kecil
kemungkinan terjangkit kanker prostat," ujarnya. Berkurangnya risiko itu
lantaran ejakulasi berperan mengeluarkan bahan-bahan kimia penyebab kanker. Andai
kata tak dikeluarkan, bahan-bahan tersebut akan menumpuk di kelenjar prostat
dan bisa memicu kanker. Studi ini tentu mengejutkan. Sebelum ini, banyak
dugaan, makin kerap berejakulasi, risikonya makin didekati kanker. Sebab,
kekerapan ejakulasi menunjukkan banyaknya hormon testosteron. Makin banyak
hormon seks bisa memicu pertumbuhan sel-sel kanker.
Orang pantas khawatir karena kanker
prostat terbilang sangat mengganggu. Bila terkena, air mani tak bisa keluar.
Pasien akan terganggu saat kencing. Air yang keluar dari kandung kemih sedikit.
Kalau terus dibiarkan, bisa mengakibatkan disfungsi ereksi. Toh, ada juga yang
meragukan validitas studi Leitzmann. "Apakah mereka dapat mengingat berapa
kali berejakulasi beberapa tahun lalu," kata Michael Naslund, urolog dari
University of Maryland Medical Center, Baltimore, Amerika Serikat.
Menurut dia, studi ini belum dapat
dijadikan petunjuk baru bagi kaum laki-laki yang ingin terhindar dari penyakit
itu. Sementara itu, Wimpie Pangkahila, seksolog pada Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana, Denpasar, tak mau berkomentar lantaran harus melihat metode
penelitiannya. Tapi, katanya, frekuensi hubungan seksual atau masturbasi tak
terkait dengan kanker. "Berhubungan seks terlalu sering tak berbahaya
sepanjang mampu," ujarnya. Sedangkan risiko kanker lebih terkait dengan
faktor-faktor pemicu lain, seperti lingkungan dan gaya hidup.[10]
IV. TIPS
PENCEGAHAN ONANI
Untuk mengurangi kebiasaan onani,
ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Di antaranya :
- Perbanyak aktivitas, sehingga pikiran tidak diisi oleh lamunan-lamunan yang tidak perlu.
- Olahraga. Hal ini sangat bermanfaat untuk menyalurkan kelebihan energi yang dimiliki oleh kalangan remaja.
- Puasa. Dengan perut yang kosong, maka energi yang dimiliki bisa lebih dihemat untuk daya tahan puasa. Sehingga hasrat untuk “berbuat” pun bisa lebih dikurangi. Apalagi, dalam agama juga dianjurkan untuk berpuasa bagi siapa saja yang tidak mampu memerangi nafsu syahwatnya.
BAB III
PENUTUP
I. KESIMPULAN
a. Jadi secara
garis besar pandangan Imam asy-Syafi’i dan para ulama yang sama-sama
mengharamkan perbuatan masturbasi/ onani/ istimna’ karena adanya dua alasan:
1.
Sesuai dalam al-Qur’an ayat 5-6 Surat
al-Mu’minun dan diperkuat dalam ayat 7 dalam surat yang sama bahwa hanya ada
dua hal yang diperbolehkan untuk berjima’ yaitu dengan isteri dan budaknya,
tidak diperbolehkan dengan selain itu (termasuk masturbasi/ onani/ istimna’
karena dengan tangan atau alat selain kelamin isteri atau budaknya).
2.
Dianggap tidak sesuai secara etika moral
karena merupakan perbuatan yang tidak terpuji dan tidak tergolong orang yang
berakhlakul karimah.
b. Ketika
dalam kondisi tdak ada jjalan lain selain dengan onani, maka hukum onani adalah
legal secara syara’, dalam hal ini ada yang mengatakan makruh tanzih adapula
yang mangatakan boleh (mubah).
II. SARAN
a. Meski
ada pendapat ulama’ yang menyatakan boleh,
tapi sebaiknya kita jangan mengantisipasi dari zina dengan cara onani,
karena masih ada cara yang lain untuk hal itu, misalkan dengan berpuasa. Kalau
toh masih tidak mampu, maka sebaiknya menikah saja.
b. Apa
yang telah dipaparkan tentu masih sangat banyak sekali salah atau
kekurangannya. Maka kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad
Ali al Jurjawi, Hikmat al-Tasyri’ wa Falsafatuhu,
(Kairo: Mathba’ah al-Yusufiyyah, 1931).
Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah
Al-Kuwaitiyah, Maktabah As-Syamilah, Maktabah as-syamilah.
Ibnu Hajar Al-Haitami, Tuhfatul
muhtaj. Maktabah as-syamilah.
Kelana Aries, dan Anton
Muhajir (Denpasar) [Kesehatan, Kanker Prostat Sehat Dengan Ejakulasi, GATRA,
Edisi 23 Beredar Jumat 16 April 2004].
Sabiq Sayyid, Fiqh
as-Sunnah. Maktabah as-syamilah.
Syamsuddin Ibnu Abil
Abas Ahmad Ibnu Hamzah Syihabuddin Ar-Romli, Nihayatul Muhtaj, Maktabah
as-syamilah.
http://gerry-tk.blogspot.com/2010/03/dampak-negatif-masturbasi-onani-bagi.html.
http://www.anneahira.com/onani.htm.
[2]
Teknik Mesin Institut Teknologi
Sepuluh Nopember Surabaya, Wanita Masturbasi Untuk Orgasme (Surabaya,
Sabtu, 12 Agustus 2000), Copyright http:// www. Yahoo.com, Akses Kamis, 24 Juli
2003, 12.56 WIB.
[4]
Tuhfatul muhtaj, Vol.01, Hal.389. dan Nihayatul Muhtaj, Vol.01,
Hal.312
[5]
Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, Maktabah As-Syamilah, Maktabah
as-syamilah
[7]
Hikmat al-Tasyri’ wa Falsafatuhu, Vol II, (Kairo: Mathba’ah
al-Yusufiyyah, 1931), hlm. 198-199.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar