Kamis, 26 Januari 2012

Tafsir Q.S. Ali Imron 28-29

لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ (28) قُلْ إِنْ تُخْفُوا مَا فِي صُدُورِكُمْ أَوْ تُبْدُوهُ يَعْلَمْهُ اللَّهُ وَيَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (29)

Artinya : “Janganlah orang-orang yang beriman menjadikan orang-orang Kafir sebagai pemimpin, melainkan orang-orang beriman. Barang siapa berbuat demikian, niscaya dia tidak akan memperoleh apapun dari Allah, kecuali karena (siasat) menjaga dari sesuatu yang kamu takuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu akan diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah tempat kembali.
Katakanlah : “Jika kamu sembunyikan apa yang yang ada dalam hatimu atau kamu nyatakan, Allah pasti mengetahuinya.” Dia mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (Q.S. Ali Imron: 28-29).
       I.    MA'NA AL-LAFDZIYAH

1.   Lafadz أولياء merupakan jama’nya lafadz ولي, secara etimology berarti yang menolong.
2.   Lafadz المصير, berarti tempat kembali, yang dimaksud dalam ayat diatas adalah kembali kalian semua atau tempat kalian semua dikembalikan adalah pada Allah SWT. Kemudian Allah akan membalas apa yang telah kalian semua lakukan.
      II.   ASBABUN AN-NUZUL

1. Ayat ini diturunkan pada sebuah kaum dari komunitas orang-orang Mu’min yang mempunyai teman orang-orang Yahudi. Mereka member kekuasan pada orang-orang Yahudi, kemudian sebagian Sahabat menasehati mereka. : “Jahui orang-orang Yahudi, dan takutlah kalian berteman dengan mereka, supaya kalian tidak terfitnah oleh mereka dalam Agama kalian dan agar mereka tidak menyesatkan kalian setelah kalian beriman.” Akan tetapi kaum itu tidak mengindahkan nasehat itu, bahkan mereka masih tetap berteman dengan orang-orang Yahudi. Kemudian turunlah ayat diatas.
2.   Imam Al-Qurthubi meriwayatkan dari ibn Abbas r.a. bahwa ayat diatas diturunkan pada ‘Ubadah ibn Shomat, beliau adalah Sahabat Anshor yang ikut perang Badar. Beliau mempunyai beberapa teman orang Yahudi. Ketika Nabi SAW perang Ahzab, ‘Ubadah berkata pada Nabi : “Ya Nabiyullah…sesungguhnya aku mempunyai 500 teman dari orang-orang Yahudi dan aku melihat mereka keluar bersamamku untuk perang ini.  Apakah aku boleh untuk mintak tolong pada mereka agar mereka membantu kita mengalahkan musuh…?. Kemudian Allah menurunkan ayat diatas.
      III.  AL-AHKAM ASY-SYAR’IYYAH

1. Kontradiksi Ulama’dalam kelagalan memintak tolong pada orang-orang Kafir dalam perang.
a.  Versi Malikiyyah : Tidak boleh
Pendapat ini membuat dalil dzohirnya ayat dan Hadits tentang Sahabat ‘Ubadah bn Shomat  yang telah dijelaskan diatas. Dan juga sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Sayidah ‘Aisyah r.a. bahwa ada seorang laki-laki yang mempunyai keberanian dan kehormatan dari orang Musyrik datang pada Nabi pada perang Badar unttuk memintak izin agar dia bisa ikut berperang bersama Nabi SAW, kemudian Nabi bersabda : “kembalilah kamu…! Aku tidak akan memintak bantuan pada orang Musyrik”.
b. Versi Jumhur (Syafi’iyyah, Hanafiyyah dan Hanabila) : Hukumnya boleh memintak tolong pada orang Kafir dalam perang dengan dua syarat.
a.1. Butuh pada mereka (hajat).
a.2. Percaya terhadap tujuan mereka
Dalil yang digunakan Versi ini adalah Nabi pernah memintak tolong pada orang Yahudi. Dan Nabi juga pernah bantuan pada Shofwan ibn Umaiyyah dalam perang Hawazin, perbuatan Nabi tersebut menunjukkan legalitas meminta’ tolong pada orang-orang Yahudi atau Musyrik.
Versi ini juga menyanggah pendapat dari Malikiyyah. Bahwa ayat diatas sudah mansukh dengan perbuatan Nabi SAW. Sebagian dari pendukung versi kedua ini mangatakan bahwa apa yang disampaikan oleh Malikiyyah itu diarahkan apabila tidak ada hajat atau tidak adanya kepercayaan atas tujuan mereka.
2. Apakah boleh memberi kekuasaan terhadap orang-orang non Muslim dalam urusan orang-orang Muslim…?
Sebagian Ulama’ menjadikan ayat ini sebagai dalil tidak bolehnya memberikan kekuasaan terhadap orang-orang non Muslim untuk mengurusi urusan-urusan orang Muslim, bahkan tidak boleh menjadikan mereka sebagai buruh dan pelayan, seperti tidak bolehnya memulyakan mereka dalam suatu majlis dan berdiri ketika mereka datang. Versi ini juga menjadikan dalil ayat yang menjelaskan bahwa orang-orang Kafir adalah najis : نما المشركون تجسإ . Ibnu ‘Arobi berkata : Sayidina Umar ibn Khotob melarang Abu Musa Al-Asy’ari yang menjadikan jurutulis orang Kafir Dzimmi di Yaman, dan beliau menyuruh Abu Musa untuk memecatnya.
       IV.    DILALAH AYAT

1.  Mencintai dan mengasihi orang-orang Kafir hukumnya haram dalam syari’at Allah.
2. Dalam kondisi terpaksa, seseorang dilegalkan mengucapkan kalimat-kalimat kufur dengan syarat dihatinya tetap konsiten dengan imannya.
3. Tidak ada persambungan antara orang-orang Islam dan orang-orang Kafir dalam segi kekuasaan, pertolongan dan Hak waris, karena iman berlawanan dengan kekafiran.
4. Allah SWT Mahamengetahui segala sesuatu, baik yang tampak atau yang tidak Nampak. Tidak ada kesamaran bagi Allah SWT sedikitpun dalam perkara hambanya.(1)

(1)Syaeh Muhammad ‘Ali Ash-Shobuni, Rowaihu al-Bayan tafsiru ayati al-ahkam mina al-Qur’an,Vol.1, Darul Kutub Islamiyah, 2001.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar