Jumat, 27 Januari 2012

TA'LIM TENTANG TAWAKAL

فصل
فى التوكل 
ثم لا بد لطالب العلم من التوكل فى طلب العلم ولا يهتم لأمر الرزق ولا يشغل قلبه بذلك. روى أبو حنيفة رحمه الله عن عبد الله بن الحارث الزبيدى صاحب رسل الله صلى الله عليه و سلم: من تفقه فى دين الله كفى همه الله تعالى ورزقه من حيث لا يحتسب. فإن من اشتغل قلبه بأمر الرزق من القوت والكسوة قل ما يتفرغ لتحصيل مكارم الأخلاق
ومعالى الأمورقيل 

 
دع المكـــــارم لا ترحل لبغيتها  **** واقعد فإنك انت الطاعم الكاسى

قال رجل [لابن] منصور الحلاج : أوصنى, فقال [ابن] المنصور : هي نفسك, إن لم تشغلها شغلتك.فينبغى لكل أحد أن يشغل نفسه بأعمال الخير حتى لا يشغل نفسه بهواها, ولا يهتم العاقل لأمر الدنيا لأن الهم والحزن لا يرد المصيبة, ولا ينفع بل يضر بالقلب والعقل, ويخل بأعمال الخير, ويهتم لأمر الآخرة لأنه ينفع. وأما قوله عليه الصلاة والسلام : إن من الذنوب ذنوبا لا يكفرها إلا هم المعيشة فالمراد منه قدر هم لا يخل بأعمال الخير ولا يشغل القلب شغلا يخل بإحضار القلب فى الصلاة, فإن ذالك القدر من الهم والقصد من أعمال الآخرةولا بد لطالب العلم من تقليل العلائق الدنيوية بقدر الوسع فلهذا اختاروا الغربة. ولا بد من تحمل النصب والمشقة فى سفر التعلم, كما قال موسى صلوات الله على نبينا وعليه فى سفر التعلم ولم ينقل عنه ذلك فى غيره من الأسافر [ لقد لقينا من سفرنا هذا نصبا]. ليعلم أن سفر العلم لا يخلو عن التعب، لأن طلب العلم أمر عظيم وهو أفضل من الغزاة عند أكثر العلماء، والأجر على قدر التعب والنصب، فمن صبر على ذلك التعب وجد لذة العلم تفوق [لذات الدنيا]. ولهذا كان محمد بن الحسن إذا سهر الليالى وانحلت له المشكلات يقول: أين أبناء الملوك من هذه اللذات؟. وينبغى [لطالب العلم] ألا يشتغل بشيئ [أخر غير العلم] ولا يعرض عن الفقه. قال محمد بن الحسن رحمه الله: صناعتنا هذه من المهد إلى اللحد فمن أراد أن يترك علمنا هذا ساعة فليتركه الساعة.ودخل فقيه، وهو إبراهيم بن الجراح، على أبى يوسف يعوده فى مرض موته وهو يجود بنفسه، فقال أبو يوسف: رمي الجمار راكبا أفضل أم راجلا؟ فلم يعرف الجواب، فأجاب بنفسه. وهكذا ينبغى للفقيه أن يشتغل به فى جميع أوقاته [فحينئذ] يجد لذة عظيمة فى ذلك. وقيل: رؤي محمد [بن الحسن] فى المنام بعد وفاته فقيل له: كيف كنت فى حال النزع؟ فقال: كنت متأملا فى مسألة من مسائل المكاتب، فلم أشعر بخروج روحى. وقيل إنه قال فى آخر عمره: شغلتنى مسائل المكاتب عن الإستعداد لهذا اليوم، وإنما قال ذلك تواضعا

FASAL MENJELASKAN TENTANG TAWAKAL
Kemudian wajib bagi seorang Santri / Pelajar untuk bertawakal dan tidak memperhatikan atau mementingkan perkara rizqi dan juga jangan sampai hatinya terkontiminasi dengan pikiran bagaimana cara untuk menghasilkan rizqi.
Abu Hanifah r.a. meriwayatkan sebuah Hadits dari Abdullah ibn Hasan Az-Zubaidi yang merupakan sahabat Rosulullah saw. : “Barang siapa yang berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memahami atau mempelajari agama Allah, maka Allah akan mencukupi apa yang menjadi maksud orang itu dan Allah akan memberi rizqi dengan jalan yang tidak terduga”. Maka sesungguhnya oramg yang hatinya tersibukkan dengan perkara rizqi, seperti makanan pokok dan pakaian, maka sedikit sekali yang bisa menghasilkan mulyanya akhlaq dan luhurnya beberapa perkara yang agung.
Diungkapkan dalam sebuah syair : “Tinggalkanlah beberapa kemulyaan, jangan melangkah kamu untuk mencarinya. Dan duduklah kamu karena sesungguhnya kamu adalah orang yang makan yang bersanding”. Seorang laki-laki berkata kepada Al-Manshur Al-Halaj. Kemudian Al-Manshur berkata : “Perbaikilah diri kamu, apabila kamu menyibukkan jiwa / hati kamu, maka sesungguhnya hati kamu akan menyibukkanmu”.
Maka seyogyanya bagi setiap orang yang menyibukkan dirinya dengan amal-amal kebaikan sehingga dirinya tidak tersibukkan dengan hawa nafsu yang jelek. Seorang yang berakal tidak memperhatikan atau mementingkan perkara dunia, karena sesungguhnya kepentingan dunia dan tujuan dunia tidak bisa menolak musibah dan tidak bermanfaat, bahkan hanya akan membahayakan hati. Akal dan badan, dan bisa merusak amal-amal yang baik.
Dan seorang pelajar juga harus memperhatikan atau mementingkan kepentingan Akhirot, karena yang demikian itu bisa bermanfaat. Sedangkan sabda Nabi SAW. : “Sesungguhnya dari beberapa dosa terdapat dosa yang tidak bisa dieliminasikan kecuali dengan mementingkan mata pencaharian”. Maksudnya adalah kadar kepentingan yang tidak sampai merusak amal-amal Akhirot.
Dan wajib juga bagi seorang pelajar atau santri untuk meminimalisir hubungan-hubungan atau ketergantungan-ketergantungan yang bernuansa duniawi dengan semampunya. Dan karena itulah mayoritas Ulama’ memilih mengembara dalam menuntut Ilmu. Dan juga wajib menanggung kesusahan dalam perjalanan menuntut Ilmu. Seperti yang disabdakan oleh Nabi Musa AS dalam perjalanan belajar atau menuntut Ilmu, dan sabda ini tidak pernah dinuqil dari beliau selain dalam perjalanan menuntut Ilmu. Yaitu : “Sungguh benar-benar aku menemui kesusahan dalam perjalanan ini (menuntut Ilmu)”. Dalam sabda tersebut Nabi Musa menunjukkan bahwa perjalanan menuntut ilmu pasti menemui kesusahan, karena sesungguhnya menuntut atau belajar Ilmu adalah merupakan perkara yang agung.
Menurut mayoritas Ulama’ Ilmu itu lebih utama dari pada beberapa perang. Dan pahala itu diukur seberapa kesusahan yang dialami. Maka orang yang sabar dalam kesusahan menuntut Ilmu, maka dia akan menemukan atau merasakan ni’matnya Ilmu yang mengungguli segala kenikmatan dunia. Karena itulah Muhammad ibn Hasan tidak tidur dibeberapa hari sampai terpecahkanlah beberapa kemusykilan baginya, Dia berkata : “ mana anak-anaknya para raja yang merasakan kenikmatan seperti kenikmatan ini”.
Seyogyanya sebagai seorang Pelajar tidak tersibukkan dengan perkara yang lain selain Ilmu, dan jangan berpaling dari Ilmu Fiqh. Muhammad Rohimahumullah berkata: “Sesungguhnya pekerjaan kita ini (belajar Ilmu) itu dari rahim Ibu sampai keliang lahat, maka barang siapa yang mau meninggalkan Ilmu kita ini sesaat, maka waktu sesaat tersebut akan meninggalkan orang itu”.
Seorang Faqih, yaitu Ibrohim ibn Al-Jaroh bertamu atau menjenguk Abu Yusuf yang dalam kondisi sakit yang menutup hidup beliau, Abu Yusuf adalah orang yang dermawan dengan dirinya sendiri. Kemudian Abu Yusuf berkata pada Ibrohim ibn Al-Jaroh : “Melempar jumroh dengan naik kendaraan itu lebih utama atau dengan jalan kaki yang lebih utama...?. kemudian Ibrohim ibn Al-Jaroh tidak mengetahui jawabanya, maka Abu Yusuf menjawab pertanyaannya sendiri : “Melempar jumroh dengan jalan kaki lebih kusuka (utama) dalam jumroh ula dan wustho.
Maka sudah menjadi keharusan bagi seorang yang Faqih untuk menyibukkan dirinya dengan perkara Ilmu dalam seluruh waktunya, sehingga ketika sudah demikian dia akan merasakan kenikmatan yang luar biasa. Muhammad ibn Hasan diimpikan setelah wafatnya. Maka dia ditanya : “Bagaimana kondisi kamu ketika naza’ (dijabut ruhnya)...?. maka dia menjawab : “Saya dalam kondisi memikirkan satu permasalahan (tentang budak Mukatab) dari beberapa permasalahan budak Mukatab sehingga saya tidak merasakan ruh saya keluar”. Menurut versi lain, sesungguhnya beliau pada masa akhir hidupnya berkata : “Telah menyibukkan diriku beberapa permasalahan budak Mukatab dari mempersiapkan hari ini (wafat beliau)”. Namun beliau berkata demikian itu hanyalah karena rasa rendah hati beliau (tawadl’).

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar